Rabu, 24 Oktober 2018

Cerita Sex: Ngentot Di Saat Olahraga


Bandar Judi:  Mei adalah yang tergolong imut dan manis untuk gadis seusianya. Entah kenapa, aku ingin sekali bersetubuh dengan Mei, aku ingin menikmati rasanya lubang kelamin Mei, yang kubayangkan pastilah masih sangat sempit. Ahhh.. nafsuku kian membara karena memikirkan hal itu. Aku mencoba mencari akal, bagaimana caranya agar keperawanan Mei bisa kudapatkan dan kurasakan. Kutunggu saja waktu tepatnya dengan sabar. Tidak terasa, selesailah film panas yang sedang kami tonton. Suara Mei akhirnya memecahkan keheningan.


“Oom, tuh tititnya berdiri lagi.” kata Mei sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang memang sedang tegang. “Iya nih Mei, tapi biarin saja deh, gimana dengan filmnya?” jawabku santai. “Bagus kok Oom, persis seperti apa yang papa dan mama lakukan, dan Mei ada beberapa pertanyaan buat Oom nih.” Mei sepertinya ingin menanyakan sesuatu.

“Pertanyaannya apa?” tanyaku. “Kenapa sih, kalo olahraga gituan harus masukin titit ke… apa tuh, Mei ngga ngerti?” tanya Mei. “Oh itu.., itu namanya titit dimasukkan ke lubang kencing atau disebut juga lubang memek, pasti papa Mei juga melakukan hal itu ke mama kan?” jawabku menerangkan.

“Iya benar Oom, papa pasti masukin tititnya ke lubang yang ada pada memek mama.” Mei membenarkan jawabanku. “Itulah seninya olahraga beginian Mei, bisa dilakukan sendiri, bisa juga dilakukan berdua, olahraga ini khusus untuk dewasa.” kataku memberi penjelasan ke Mei. “Mei sudah boleh ngga Oom.. melakukan olahraga seperti itu?” tanya Mei lagi. Ouw.. inilah yang aku tunggu.. dasar rejeki.. selalu saja datang sendiri.

“Boleh sih, dengan satu syarat jangan bilang sama mama dan papa.” jelasku. Terang saja aku membolehkan, sebab itulah yang kuharapkan. “Mei harus tahu, jika Mei melakukan olahraga beginian akan merasa lelah sekali tetapi juga akan merasakan enak.” tambahku. “Masa sih Oom? Tapi kayaknya ada benarnya juga sih, Mei lihat sendiri mama juga sepertinya merasa lelah tapi juga merasa keenakan, sampai menjerit-jerit lho Oom, malahan kadang seperti mau nangis.”

Mei yang polos rupanya sudah mulai tertarik dan sepertinya ingin tahu bagaimana rasanya. “Emang gitu kok. Ee…, mumpung masih siang nich, mama Mei juga masih lama pulangnya, kalo Mei memang ingin olahraga beginian, sekarang saja gimana?” aku sudah tidak sabar ingin melihat pesona kemaluannya Mei, pastilah luar biasa.

“Ayolah!” Mei mengiyakan. Memang rasa ingin tahu anak gadis seusia Mei sangatlah besar. Ini adalah hal baru bagi Mei. Segera saja kusiapkan segala sesuatunya di otakku. Aku ingin Mei merasakan apa yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kaos singlet yang menempel di tubuhku telah kulepas. Aku sudah telanjang bulat dengan batang kejantananku mengacung-ngacung keras dan tegang. Baru pernah seumur hidupku, aku telanjang di hadapan seorang gadis belia berumur 12 tahun.

Mei hanya tersenyum-senyum memandangi batang kemaluanku yang berdiri dengan megahnya. Mungkin karena kebiasaan melihat papa dan mamanya telanjang bulat, sehingga melihatku telanjang bulat merupakan hal yang tidak aneh lagi bagi Mei. Kusuruh Mei untuk membuka seluruh pakaiannya.

Awalnya Mei protes, tetapi setelah kuberitahu dan kucontohkan kenapa mama Mei telanjang bulat, dan kenapa ceweknya Tarzan juga telanjang bulat, sebab memang sudah begitu seharusnya. Akhirnya Mei mau melepas pakaiannya satu persatu. Aku melihat Mei melepaskan pakaiannya dengan mata tidak berkedip. Pertama sekali, lepaslah pakaian sekolah yang dikenakannya, lalu rok biru dilepaskan juga. Sekarang Mei tinggal mengenakan kaos dalam dan celana dalam saja.

Di balik kaos dalamnya yang cukup tebal itu, aku sudah melihat dua benjolan kecil yang mencuat, pastilah puting susunya Mei yang baru tumbuh. Baru saja aku berpikiran seperti itu, Mei sudah membuka kaos dalamnya itu dan seperti apa yang kubayangkan, puting susu Mei yang masih kuncup, membenjol terlihat dengan jelas di kedua mataku.


Puting susu itu begitu indahnya. Lain sekali dengan yang biasa kulihat dan kurasakan dari wanita malam langgananku, rata-rata puting susu mereka sudah merekah dan matang, sedangkan ini, aku hanya bisa menelan ludah. Payudara Mei memang belum nampak, sebab karena faktor usia. Akan tetapi puting susunya sudah mulai menampakkan hasilnya. Membenjol cukup besar dan mencuat menantang untuk dinikmati.


Warna puting susu Mei coklat kemerahan, aku melihat puting susu itu menegang tanpa Mei menyadarinya. Lalu Mei melepaskan juga celana dalamnya. Kembali aku dibuatnya sangat bernafsu, kemaluan Mei masih berupa garis lurus, seperti kebanyakan milik anak-anak gadis yang sering kulihat mandi di sungai. Vagina yang belum ditumbuhi bulu rambut satu pun, masih gundul. Aku sungguh-sungguh melihat pemandangan yang menakjubkan ini. Terbengong-bengong aku dibuatnya. “Oom, udah semua nih, udah siap nih Oom.”

Aku tersentak dari lamunan begitu mendengar Mei berbicara. “Oke, sekarang dimulai yaaa…?” Kuberi tanda ke Mei supaya tiduran di sofa. Pertama sekali aku meminta ijin ke Mei untuk menciuminya, Mei mengijinkan, rupanya karena sangat ingin atau karena Mei memang sudah mulai menuruti nafsunya sendiri, aku kurang tahu. Yang penting bagiku, aku merasakan liang perawannya dan menyetubuhinya siang ini. Aku ciumi kening, pipi, hidung, bibir dan lehernya. Kupagut dengan mesra sekali. Kubuat seromantis mungkin. Mei hanya diam seribu bahasa, menikmati sekali apa yang kulakukan kepadanya.

Setelah puas aku menciuminya, “Mei, boleh ngga Oom netek ke Mei?” tanyaku meminta. “Tapi Oom, tetek Mei kan belon sebesar seperti punya mama.” kata Mei sedikit protes. “Ngga apa-apa kok Mei, tetek segini malahan lebih enak.” kilahku meyakinkan Mei. “Ya deh, terserah Oom saja, asalkan ngga sakit aja.” jawab Mei akhirnya memperbolehkan.

“Dijamin deh ngga sakit, malahan Mei akan merasakan enak dan nikmat yang tiada tara.” jawabku lagi. Segera saja kuciumi puting susu Mei yang kiri, Mei merasa geli dan menggelinjang-gelinjang keenakan, aku merasakan puting susu Mei mulai mengalami penegangan total. Selanjutnya, aku hisap kedua puting susu tersebut bergantian. Mei melenguh menahan geli dan nikmat, aku terus menyusu dengan rakusnya, kusedot sekuat-kuatnya, kutarik-tarik, sedangkan puting susu yang satunya lagi kupelintir-pelintir. “Oom, kok enak banget nihhh… oohhh… enakkk…” desah Mei keenakan.

Mei terus merancau keenakan, aku sangat senang sekali. Setelah sekian lama aku menyusu, aku lepaskan puting susu tersebut. Puting susu itu sudah memerah dan sangat tegangnya. Mei sudah merasa mabuk oleh kenikmatan. Aku bimbing tangannya ke batang kemaluanku. “Mei, kocok dong tititnya Oom Agus.” aku meminta Mei untuk mengocok batang kemaluanku.

Mei mematuhi apa yang kuminta, mengocok-ngocok dengan tidak beraturan. Aku memakluminya, karena Mei masih amatir, sampai akhirnya aku justru merasa sakit sendiri dengan kocokan Mei tersebut, maka kuminta Mei untuk menghentikannya. Selanjutnya, kuminta Mei untuk mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, tanpa bertanya Mei langsung saja mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar, aku terpana sesaat melihat vagina Mei yang merekah.

Tadinya kemaluan itu hanya semacam garis lurus, sekarang di hadapanku terlihat dengan jelas, buah klitoris kecil Mei yang sebesar kacang kedelai, vaginanya merah tanpa ditumbuhi rambut sedikit pun, dan yang terutama, lubang kemaluan Mei yang masih sangat sempitnya. Jika kuukur, hanya seukuran jari kelingking lubangnya.

Aku lakukan sex dengan mulut, kuciumi dan hisap kemaluan Mei dengan lembut, Mei kembali melenguh. Lenguhan yang sangat erotis. Meram melek kulihat mata Mei menahan enaknya hisapanku di kemaluannya. Kusedot klitorisnya. Mei menjerit kecil keenakan, sampai tidak berapa lama. “Oom, enak banget sih, Mei senang sekali, terussinnn…” pinta Mei. Aku meneruskan menghisap-hisap vagina Mei, dan Mei semakin mendesah tidak karuan. Aku yakin Mei hampir mencapai puncak orgasme pertamanya selama hidup. “Oommm… ssshhh… Mei mau pipis nich..” Mei merasakan ada sesuatu yang mendesak ingin keluar, seperti ingin kencing.

“Tahan dikit Mei… tahan yaaa…” sambil aku terus menjilati, dan menghisap-hisap kemaluannya. “Udah ngga tahan nich Oommm… aahhh…” Tubuh Mei mengejang, tangan Mei berpegangan ke sofa dengan erat sekali, kakinya menjepit kepalaku yang masih berada di antara selangkangannya. Mei ternyata sudah sampai pada klimaks orgasme pertamanya.

Aku senang sekali, kulihat dari bibir lubang perawannya merembes keluar cairan cukup banyak. Itulah cairan mani nikmatnya Mei. “Oohhh… Oom Agus… Mei merasa lemes dan enak sekali… apa sih yang barusan Mei alami, Oom…?” tanya Mei antara sadar dan tidak. “Itulah puncaknya Mei.., Mei telah mencapainya, pingin lagi ngga?” tanyaku. “Iya.. iya.. pingin Oom…” jawabnya langsung. Aku merasakan kalau Mei ingin merasakannya lagi.

Aku tidak langsung mengiyakan, kusuruh Mei istirahat sebentar, kuambilkan semacam obat dari dompetku, obat dopping dan kusuruh Mei untuk meminumnya. Karena sebentar lagi, aku akan menembus lubang perwannya yang sempit itu, jadi aku ingin Mei dalam keadaan segar bugar. Tidak berapa lama, Mei kulihat telah kembali fit. “Mei… tadi Mei sudah mencapai puncak pertama, dan masih ada satu puncak lagi, Mei ingin mencapainya lagi kan..?” bujukku. “Iya Oom, mau dong…” Mei mengiyakan sambil manggut-manggut.

“Ini nanti bukan puncak Mei saja, tetapi juga puncak Oom Agus, ini finalnya Mei” kataku lagi menjelaskan. “Final?” Mei mengernyitkan dahinya karena tidak paham maksudku. “Iya, final.., Oom ingin memasukan titit Oom ke lubang memek Mei, Oom jamin Mei akan merasakan sesuatu yang lebih enak lagi dibandingkan yang tadi.” akhirnya aku katakan final yang aku maksudkan. “Ooh ya, tapi.. Oom.. apa titit Oom bisa masuk tuh? Lubang memek Mei kan sempit begini sedangkan tititnya Oom.. gede banget gitu…” Mei sambil menunjuk lubang nikmatnya.

“Pelan-pelan dong, ntar pasti bisa masuk kok.. cobain ya..?” pintaku lagi. “Iya deh Oom…” Mei secara otomatis telah mengangkangkan kakinya selebar-lebarnya. Kuarahkan kepala kemaluanku ke lubang vagina Mei yang masih super sempit tersebut. Begitu menyentuh lubang nikmatnya, aku merasa seperti ada yang menggigit dan menyedot kepala kemaluanku, memang sangat sulit untuk memasukkannya.

Sebenarnya bisa saja kupaksakan, tetapi aku tidak ingin Mei merasakan kesakitan. Kutekan sedikit demi sedikit, kepala kemaluanku bisa masuk, Mei mengaduh dan menjerit karena merasa perih. Aku menyuruhnya menahan. Efek dari obat dopping itu tadi adalah untuk sedikit meredam rasa perih, selanjutnya kutekan kuat-kuat. “Blusss…” Mei menjerit cukup keras, “Ooommm… tititnya sudaaahhh masuk… kkaahhh?” “Udah sayang… tahan ya…” kataku sambil mengelus-ngelus rambut Mei.

Aku mundurkan batang kemaluanku. Karena sangat sempitnya, ternyata bibir kemaluan Mei ikut menggembung karena tertarik. Kumajukan lagi, kemudian mundur lagi perlahan tetapi pasti. Beberapa waktu, Mei pun sepertinya sudah merasakan enak. Setelah cairan mani Mei yang ada di lubang perawannya semakin membanjir, maka lubang kenikmatan itu sudah sedikit merekah.

Aku menggenjot maju mundur dengan cepat. Ahhh.. inikah kemaluan perawan gadis imut. Enak sekali ternyata. Hisapannya memang tiada duanya. Aku merasa keringat telah membasahi tubuhku, kulihat juga keringat Mei pun sudah sedemikian banyaknya. Sambil kuterus berpacu, puting susu Mei kumainkan, kupelintir-pelintir dengan gemas, bibir Mei aku pagut, kumainkan lidahku dengan lidahnya.

Aku merasakan Mei sudah keluar beberapa kali, sebab aku merasa kepala batang kemaluanku seperti tersiram oleh cairan hangat beberapa kali dari dalam lubang surga Mei. Aku ganti posisi. Jika tadi aku yang di atas dan Mei yang di bawah, sekarang berbalik, aku yang di bawah dan Mei yang di atas. Mei seperti kesetanan, bagaikan cowboy menunggang kuda, oh enak sekali rasanya di batang kemaluanku. Naik turun di dalam lubang surga Mei. Sekian lama waktu berlalu, aku merasa puncak orgasmeku sudah dekat. Kubalik lagi posisinya, aku di atas dan Mei di bawah, kupercepat gerakan maju mundurku. Lalu aku peluk erat sekali tubuh kecil dalam dekapanku, kubenamkan seluruh batang kemaluanku. Aku menegang hebat. “Crruttt… crruttt…” Cairan maniku keluar banyak sekali di dalam lubang kemaluan Mei, sedangkan Mei sudah merasakan kelelahan yang amat sangat. Aku cabut batang kemaluanku yang masih tegang dari lubang kemaluan Mei.

Mei kubiarkan terbaring di sofa. Tanpa terasa, Mei langsung tertidur, aku bersihkan lubang kelaminnya dari cairan mani yang perlahan merembes keluar, kukenakan kembali semua pakaiannya, lalu kubopong gadis kecilku itu ke kamarnya. Aku rebahkan tubuh mungil yang terkulai lelah dan sedang tertidur di tempat tidurnya sendiri, kemudian kucium keningnya. Terima kasih Mei atas kenikmatannya tadi. Malam pun tiba. Keesokan harinya, Mei mengeluh karena masih merasa perih di vaginanya, untungnya Tante Siska tidak tahu. Hari berlalu terus. Sering kali aku melakukan olahraga senggama dengan Mei, tentunya tanpa sepengetahuan Oom Bram dan Tante Siska.


0 komentar:

Posting Komentar